Kepakkan Sayap Elang
|
Ada
seorang ahli biologi ketika dia berjalan melewati sebuah peternakan di
sebuah desa, dengan tidak sengaja dia melihat ada seekor anak elang yang
hidup berbaur bersama dengan gerombolan anak ayam, melihat hal tersebut
dia merasa sangat heran.
Dia lalu bertanya kepada
pemilik peternakan, “Mengapa seekor elang yang sebenarnya adalah raja
dari rumpun unggas, bisa hidup bersama dengan gerombolan ayam? Ini sulit
dipercaya.”
Pemilik peternakan
menjelaskan dengan berkata, “Karena saya setiap hari memberi dia makan
dengan makanan ayam, menganggap dan melatih dia sebagai seekor ayam,
membiarkan dia hidup sama persis dengan kehidupan ayam, maka burung
elang tersebut tidak bisa terbang hingga sekarang. Segala tindak
tanduknya sama persis dengan seekor ayam. Lama kelamaan, elang ini sudah
menganggap dirinya adalah bagian dari gerombolan ayam-ayam itu, dan
sudah bukan seekor elang lagi.”
Ahli biologi ini berkata,
“Begitukah? Saya yakin watak hakiki itu tidak bisa berubah. Dia asalnya
adalah seekor elang, seharusnya bisa segera terbang jika diajarkan
terbang.”
Setelah ahli biologi dan
pemilik peternakan melewati suatu perundingan, akhirnya pemilik setuju
untuk mencoba mengajarkan elang itu untuk terbang.
Dia mengamati bagaimana
ahli biologi itu perlahan-lahan meletakkan elang itu di atas lengannya,
lalu berkata, “Kamu seharusnya terbang di atas langit yang biru, bukan
berdiri di atas tanah, kepakkanlah sayapmu, terbanglah dengan gagah
berani!”
Elang tersebut mendengarkan perkataan ini wajahnya penuh dengan keraguan, karena dia tidak bisa memahami perkataan dari ahli biologi
tersebut. Ketika dia melihat gerombolan ayam sedang mematuk makanan di
atas tanah, dia melompat turun dan berkumpul dengan mereka.
Ahli biologi ini tidak
putusasa, dia membawa elang itu ke atas atap rumah untuk merangsang dia
terbang. Dia berkata, “Sebenarnya dirimu adalah seekor elang, kamu bisa
terbang, bentangkan sayapmu dan terbanglah ke atas langit biru!”
Elang itu memandang ke
atas langit, lalu memandang ke tanah di bawah, dia merasa ketakutan
terhadap dunia yang asing baginya dan status dirinya yang tidak jelas.
Ketika dia melihat bayangan dari gerombolan ayam-ayam itu, di melompat
turun ke tanah lagi ikut serta dengan mereka mematuk makanan di atas
tanah.
Hingga hari yang ketiga,
ahli biologi tersebut masih tetap tidak berputus asa, dia sengaja bangun
sangat pagi, membawa burung elang ini ke atas gunung. Raja unggas ini
dia angkat tinggi di atas kepalanya, sekali lagi dengan nada yang penuh
dengan keyakinan dia berkata, “Kamu benar-benar adalah seekor elang,
kamu pemilik langit yang biru ini bukan pemilik kandang ayam yang kecil
itu, bentangkan sayapmu kepakkan dan terbanglah dengan gagah berani!”
Elang itu menengok ke
tanah pertanian yang berada di kejauhan, lalu melihat ke atas langit.
Ragu-ragu untuk sejenak, tetapi masih tetap tidak mau terbang.
Ahli biologi itu sekali
lagi menjunjung tinggi elang itu ke arah matahari. Selanjutnya
kemukjizatan terjadi! Tubuh elang itu mulai bergemetaran, lalu
perlahan-lahan elang itu membentangkan sayapnya. Akhirnya, elang itu
memekikkan suara kemenangan, mengepakkan sayap terbang menembus ke
langit biru.
Inspirasi dari cerita ini
Elang
di dalam cerita ini karena dia berbaur dan dibesarkan di dalam
gerombolan ayam sehingga nalurinya telah pudar, dan ketika dia
melepaskan diri dari lingkungan itu kembali ke jati dirinya yang
sebenarnya, bersamaan juga telah memulihkan nalurinya untuk terbang ke
atas langit.
Kita manusia juga sama,
berasal dari watak hakiki yang murni tanpa cacat, juga memiliki
kemampuan terpendam tanpa batas. Tapi sering kali karena kerumitan dalam
masyarakat, tak terasa terpengaruh oleh apa yang terus-menerus dilihat
dan didengar, demi mendapatkan keuntungan untuk mempertahankan hidup
telah memendam watak hakiki yang sesungguhnya dan yang tadinya arif dan
bijaksana.
Jika kita bisa
mencampakkan hasrat keinginan yang berlebihan, melompat keluar dari
gangguan-gangguan terhadap hati kita, maka kita akan bisa melihat jelas
diri kita dan kembali ke jati diri kita yang asli, dengan demikian akan
hidup lebih bebas dan tak terikat. (The Epoch Times/lin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar